PTS, Upaya Meningkatkan Kemampuan Pembelajaran Guru Melalui Supervisi Individual Guru SDN Lampeong
Penelitian Tindakan Sekolah

By JUMAKIR, S Pd., MM 27 Mei 2021, 05:59:02 WIB Karya Tulis
PTS, Upaya Meningkatkan Kemampuan Pembelajaran Guru Melalui Supervisi Individual Guru SDN Lampeong

Gambar : PTS


Upaya Meningkatkan Kemampuan Dalam Pembelajaran Guru Melalui Supervisi Individual Terhadap Guru SDN Lampeong

 

ABSTRAK

                                               

Penelitian ini berjudul: “Upaya Meningkatkan Kemampuan Dalam Pembelajaran Guru Melalui Supervisi Individual Terhadap Guru SDN Lampeong”.

 

Tujuan Penelitian ini adalah untuk Meningkatkan Kemampuan Dalam Pembelajaran Guru Melalui Supervisi Individual Terhadap Guru SDN Lampeong.

 

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan (action Research) yang terdiri dari 2 (dua) siklus, dan setiap siklus terdiri dari: Perencanaan, Pelaksanaan, Pengamatan, dan refleksi.

 

Berdasarkan hasil penelitian tindakan bahwa Supervisi Individual dapat meningkatkan Kemampuan Dalam Pembelajaran Guru SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau .

 

Selanjutnya peneliti merekomendasikan: (1) Bagipala Kepala Sekolah yang mengalami kesulitan yang sama maka dapat menggunakan Supervisi Individual sebagai solusinya. (2) Agar penerapan Supervisi Individual mendapatkan hasil yang maksimal diharapkan Kepala Sekolah melaksanakan Supervisi Individual secara intensif dan berkelanjutan.

 

Kata kunci: Kemampuan, Supervisi Individual.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kualitas pendidikan melalui peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Peningkatan kualitas pembelajaran juga memiliki makna strategis dan berdampak positif, berupa (1) peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran yang dihadapi secara nyata, (2) peningkatan kualitas masukan, proses dan hasil belajar, (3) peningkatan keprofesionalan pendidik, dan (4) penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian (Mastur 2006: 50).

Kenyataan rendahnya hasil belajar siswa, yang terlihat dari hasil ulangan harian mata pelajaran Matematika pada kelas tinggi siswa SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau, , seperti tampak pada tabel 1.

Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa nilai mata pelajaran Matematika pada kelas tinggi masih jauh dari standar ketuntasan belajar, apalagi memenuhi standar ketuntasan belajar yang telah ditetapkan. Hal ini jelas menunjukkan bahwa diperlukan upaya-upaya peningkatan hasil belajar pada siswa SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau Kabupaten Barito Timur.

Tabel 1. Nilai Rata-rata Ulangan Harian Mata Pelajaran Matematika kelas tinggi

              Tahun Pelajaran 2015/2016 pada SDN Lampeong Kecamatan

              Pematang Karau.

No

Nama Guru

Kelas

Mapel

Nilai Rata-rata

1

Pakman L, S.Pd

IV

Matematika

50,33

2

Reffila, S.Pd

V

Matematika

49,85

3

Helyani, S.Pd.SD

VI

Matematika

45,44

 

 Sumber : Hasil Supervisi

Hasil tersebut menunjukkan hasil yang memprihatinkan, dan mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah perencaaan pengajaran  yang kurang, penggunaan metode yang tidak tepat dapat menimbulkan kebosanan, dan kurang kondusifnya sistem pembelajaran, sehingga penyerapan pelajaran kurang.

Pendampingan dalam bentuk supervisi individual terhadap guru kelas tinggi menjadi penting agar guru benar-benar dapat mengelola pembelajaran dengan sebaik-baiknya mulai dari perencanaan (materi, media belajar, metode, sumber belajar, dan evaluasi), pelaksanaan pembelajaran sampai dengan evaluasi hasil belajar siswa.

 

1.2 Perumusan Masalah

Masalah yang mendasar pada penelitian ini adalah rendahnya prestasi belajar siswa pada Mata Pelajaran Matematika siswa kelas tinggi. Masalah yang diduga menjadi penyebab rendahnya Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru terutama dalam pengelolaan pengajaran yang relatif monoton, kurang variatif adalah pengelolaan pengajaran oleh guru tidak terencana dengan baik, yang pada akhirnya proses pembelajaran bersifat konvensional, monoton dan terkesan guru hanya “asal menjalankan tugas” saja. Selain itu juga guru kurang inovatif dalam pengelolaan pembelajarannya.

Rendahnya hasil belajar tersebut merupakan tanggung jawab bersama pengelola pendidikan. Kepala Sekolah sebagai supervisor guru turut bertanggung jawab untuk melakukan upaya-upaya peningkatan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswanya.

Jelas bahwa hasil belajar siswa dapat ditingkatkan melalui peningkatan pengelolaan pembelajaran yang lebih aktif dan kondusif sehingga siswa benar-benar dapat menguasai materi pelajaran. Peningkatan pengelolaan pembelajaran dapat dilakukan oleh guru didampingi oleh Kepala Sekolah sebagai supervisor yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru sehingga guru dapat mengelola pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.

Apakah pendampingan dalam bentuk supervisi individual oleh Kepala Sekolah terhadap guru kelas tinggi Mata Pelajaran Matematika dalam pengelolaan pembelajaran dapat :

  1. Meningkatkan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau?
  2. Meningkatkan hasil belajar Mata Pelajaran Matematika SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau?

 

 

 

1.3 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian tindakan ini adalah  pendampingan dalam bentuk supervisi individual terhadap guru dalam pengelolaan pembelajaran dapat meningkatkan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru.

 

1.4 Tujuan  Penelitian

            Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dalam  pengelolaan pembelajaran SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau.

2) Meningkatkan hasil belajar Mata Pelajaran Matematika Peserta didik pada SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau.

1.5 Manfaat Penelitian

            Penelitian ini dapat memberikan manfaat langsungnya adalah bagi guru, meraka akan mendapatkan metode yang efektif dalam pengelolaan pembelajaran Mata Pelajaran Matematika manfaat tidak langsungnya adalah:

  1. bagi siswa, mereka dapat meningkatkan hasil belajar Mata Pelajaran  

Matematika dan

 (2) bagi sekolah dan pendidikan pada umumnya, akan terjadi peningkatan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru yang sekaligus dapat meningkatkan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran sekolah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Supervisi Pendidikan terhadap Guru secara Individual

1. Arti dan Pentingnya Supervisi

 

Ada bermacam–macam konsep supervisi. Good Cartel (dalam Sahertian, 2012: 17) memberi pengertian bahwa supervisi adalah usaha dan petugas–petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyelesaikan pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan-tujuan pendidikan.

Menurut Boardman (dalam Rohani dan Ahmadi 2007:68), supervisi adalah suatu kegiatan menstimulir, mengkoordinasi, dan membimbing secara kontiyu pertumbuhan guru–guru sekolah, baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti, dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran, sehingga dengan demikian mereka mampu dan lebih berpartisMatematikasi dalam masyarakat moderen.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Purwanto (2013: 76) bahwa supervisi adalah segala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan–tujuan pendidikan. Supervisi berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan–pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan metode-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap frase seluruh proses pengajaran, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat–pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.

2. Tujuan Supervisi Pendidikan

            Tujuan supervisi pendidikan menurut Arikunto (2013: 154) pembinaan yang diberikan kepada seluruh staff sekolah, khususnya guru, agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar dengan lebih baik. Rohani dan Ahmadi (2007: 69) berpendapat bahwa tujuan supervisi pendidikan ialah untuk mengetahui situasi mengukur tingkat perkembangan kegiatan sekolah dalam usahanya mencapai tujuan.

            Ngalim Purwanto (2012: 77) berpendapat bahwa tujuan supervisi pendidikan yaitu:

(a) membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru dan pegawai sekolah lainnya dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya,

(b) berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan termasuk macam-macam media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran jalannya proses belajar mengajar yang lebih baik,

(c) membina kerja sama yang baik dan harmonis antara guru, murid, dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan workshop, seminar, inservice-training, atau up-grading.

 

            Kata kunci dari supervisi ialah memberikan layanan dan bantuan kepada guru-guru, maka tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar-mengajar yang dilakukan guru di kelas yang pada gilirannya meningkatkan kualitas belajar siswa. Pendapat ini diuraikan oleh Sahertian (2000: 19) yang menyatakan bahwa tujuan sipervisi pendidikan ialah: (a) mengembangkan kurikulum yang sedang dilaksanakan di sekolah, (b) meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah, (c) mengembangkan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran sekuruh staf sekolah, termasuk para guru.

3. Fungsi Supervisi Pendidikan

            Rohani dan Ahmadi (2007: 70) menjelaskan secara singkat bahwa fungsi atau tugas supervisor ialah (a) menjalankan aktivitas untuk mengetahui situasi adaministrasi pendidikan, sebagai kegiatan pendidikan di sekolah dalam segala bidang, (b) menentukan syarat-syarat yang diperlukan untuk menciptakan situasi pendidikan di sekolah, (c) menjalankan aktivitas untuk mempertinggi hasil dan untuk menghilangkan hambatan-hambatan. Dalam penjelasan rinci, dikemukakan bahwa supervisi mempunyai beberapa fungsi yaitu (a) fungsi pelayanan, yaitu kegiatan pelayanan untuk peningkatan profesionalnya, (b) fungsi penelitian, yaitu untuk memperoleh data yang obyektif dan relevan, misalnya untuk menemukan hambatan belajar, (c) fungsi kepemimpinan, yaitu usaha memepengaruhi orang lain agar yang disupervisi dapat memecahkan masalah sendiri sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, (d) fungsi manajemen, yaitu supervisi dilakukan sebagai control atau pengarah, sebagai aspek manajemen, (e) fungsi evakuasi, yaitu supervisi dilakukan untuk mengevaluasi hasil atau kemajuan yang dipeoleh, (f) fungsi bimbingan, (g) fungsi pendidikan dalam jabatan (inservice education) khususnya bagi para guru muda.

            Purwanto (2010:86) menjelaskan secara rinci fungsi-fungsi sipervisi pendidikan yang penting diketahui, yaitu sebagai berikut:

  1. Dalam bidang kepemimpinan: (1) menyusun rencana dan kebijaksanaan bersama, (2) mengikutsertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan, (3) memberikan bantuan kepada anggota kelompok dalam menghadapi dan memecahkan masalah, (4) membangkitkan dan memupuk semangat kelompok atau memupuk moral yang tinggi kepada anggota kelompok, (5) mengikutsertakan semua anggota dalam menetapkan putusan-putusan, (6) membagi dan medelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anggota sesuai, dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing- masing, (7) mempertinggi daya kreatif pada anggota kelompok, (8) menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama.
  2. Dalam hubungan kemanusiaan: (1) memanfaatkan kekeliruan yang dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi diri sendiri maupun bagi anggota kelompoknya, (2) membantu mengatasi kekurangan atau kesulitan yang dihadapi anggota kelompok, seperti dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, acuh tak acuh, pesimis, (3) mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis, (4) memupuk rasa saling menghormati di antara sesama anggota kelompok dan sesama manusia, (5) menghilangkan rasa curiga-mencurigai antara anggota kelompok.
  3. Dalam pembinaan proses kelompok: (1) mengenai masing–masing pribadi anggota kelompok, (2) memelihara sikap saling mempercayai, (3) memupuk sikap saling menolong, (4) memperbesar tanggung jawab, (5) bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat di antara anggota kelompok, (6) menguasai teknik memimpin rapat dan pertemuan.
  4. Dalam bidang administrasi personel: (1) memilih personel yang memenuhi syarat untuk suatu pekerjaan, (2) menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kemampuan, (3) mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal.
  5. Dalam bidang evaluasi: (1) menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terinci, (2) menguasai dan memiliki normat/ukuran yang akan digunakan sebagai kriteria penilaian, (3) menguasai teknik pengumpulan data, (4) menafsirkan dan menyimpulkan hasil penilaian sehingga dapat digunakan untuk perbaikan.

Sahertian (2010:21) menyebutkan beberapa fungsi supervisi pendidikan dari para ahli yaitu: (a) perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran, (b) membina program pengajaran yang ada sebaik- baiknya sehingga selalu ada usaha, perbaikan, (c) menilai dan memperbaiki faktor- faktor yang memepengaruhi proses pembelajaran peserta didik, (d) mengkoordinasi, menstimulasi, dan mendorong ke arah pertumbuhan profesi guru, (e) memperbaiki situasi belajar mengajar dalam arti yang luas.

4. Supervisi yang Efektif

            Agus Dharma (2000:13) menyebutkan bahwa para supervisor bertanggung jawab atas kualitas Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran para personel/karyawan yang dipimpinnya. Dapat dinyatakan bahwa kemampuan supervisor untuk bawahannya akan sangat mempengaruhi produktivitas unit kerjanya. Efektivitas kepemimpinan seorang supervisor diukur oleh dua faktor utama, yaitu faktor keluaran (output) dan faktor manusia. Faktor keluaran adalah tingkat hasil yang di capai unit kerja yang merupakan petunjuk seberapa baik pencapaian sasaran yang telah direncanakan. Faktor output ini mencakup produktivitas, kualitas, kemampulabaan (profitability), dan efektivitas biaya. Faktor manusia menunjukkan tingkat kerja sama di kalangan karyawan dan kepuasan bekerja di perusahaan/instansi yang bersangkutan. Ini termasuk kadar kegairahan, jumlah dan jenis komunikasi, tinggi rendahnya motivasi, komitmen terhadap tujuan perusahaan/instansi, serta tingkat konflik antar pribadi dan antar kelompok.

            Agar dapat memimpin secara efektif, seorang supervisor harus mampu berkomunikasi dengan jelas, mengharapkan yang terbaik dari orang-orangnya, berpegang pada tujuan, dan berusaha memperoleh komitmen.

5. Pengembangan Model Supervisi

Sahertian (2010) lebih lanjut menyebutkan bahwa model-model supervisi adalah model konvensional, model ilmiah model klinis, dan model artistik.

a. Model supervisi yang konvesional (tradisional)

Model ini adalah  model supervisi yang hanya untuk mengkoreksi kesalahan seseorang yang dilakukan supervisor adalah hanya untuk mencari kesalahan dalam membimbing, namun demikian model ini sangat bertentangan dengan prinsip dan tujuan supervisi pendidikan.

b. Model supervisi yang bersifat ilmiah.

Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri: dilaksanakan secara berencana dan kontinu, sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, menggunakan instrument pengumpulan data, dan ada sda data yang obyektif yang diperoleh dari kesalahan yang riil.

 

 

c. Model Supervisi Klinis

Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.  supervisi klinis adalah proses membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis adalah suatu proses pembimbing dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data secara objektif, teliti sebagai dasar untuk usaha mengubah perilaku mengajar guru.

Adapun ciri-ciri supervisi klinis adalah

  1. Dalam supervisi klinis, bantuan yang diberikan bukan bersifat instruksi atau memerintah. Tetapi tercipta hubungan manusiawi, sehingga guru-guru memiliki rasa aman. Dengan timbulnya rasa aman diharapkan adanya kesediaan untuk menerima perbaikan.
  2. Apa saja yang akan disupervisi itu timbul dari harapan dan dorongan dari guru sendiri karena dia memang membutuhkan bantuan itu.
  3. Satuan tingkah laku mengajar yang dimiliki guru merupakan satuan yang terintegrasi. Harus dianalisis sehingga terlihat kemampuan apa, ketrampilan apa yang spesifik yang harus diperbaiki.
  4. Suasana dalam pemberian supervisi adalah suasana yang penuh kehangatan, kedekatan dan keterbukaan.
  5. Supervisi yang diberikan tidak saja pada keterampilan mengajar tapi juga mengenai aspek-aspek kepribadian guru, misalnya motivasi terhadap gairah mengajar.
  6. Instrument yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan antara supervisor dan guru.
  7. Balikan yang diberikan harus secepat mungkin dan sifatnya obyektif.
  8. Dalam percakapan balikan sehausnya datang dari pihak guru lebih dulu, bukan dari supervisor.

 

d. Model Supervisi Artistik

Mengajar adalah suatu pengethauan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (skill), tapi mengajar juga suatu kiat (art). Sejalan dengan tugas mengajar supervisi juga sebagai kegiatan mendidik. Dapat dikatakan bahwa supervisi adalah suatu pengetahuan, suatu keterampilan dan juga suatu kiat.

Supervisi itu menyangkut bekerja untuk orang lain (working for the others), bekerja dengan orang lain (working with the others), bekerja melalui orang lain (working though the others). Dalam hubungan bekerja dengan orang lain maka suatu rantai hubungan kemanusiaan adalah unsur utama. Hubungan manusia dapat tercipta bila ada kerelaan untuk menerima orang lain sebagaimana adanya hubungan itu dapat tercipta bila ada unsur kepercayaan. Saling percaya saling mengerti, saling menghormati, saling mengakui, saling menerima seseorang sebagaimana adanya. Hubungan tampak melalui pengungkapan bahasa, yaitu supervisi lebih banyak menggunakan bahasa penerimaan ketimbang bahasa penolakan. Supervisor yang mengembangkan model artistik akan menampak dirinya dalam relasi dengan guru-guru yang dibimbing sedemikian baiknya sehingga para guru merasa diterima. Adanya perasaan aman dan dorongan positif untuk berusahauntuk maju. Sikap seperti mau belajar mendengarkan perasaan orang lain., mengerti orang lain dengan problema-problema yang dikemukakan, menerima orang lain sebagaimana adanya, sehingga orang dapat menjadi dirinya sendiri. itulah supervisi artistik. Dalam bukunya Supervision of Teaching. (Sahertian 2000: 34-44)

6. Pendekatan Supervisi Pendidikan

Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi modern didasarkan pada prinsi-prinsip psikologis. Suatu pendekatan atau teknik pemberian supervisi, sangat bergantung kepada prototipe guru. Ada satu paradigma yang dikemukakan Glickman untuk memilah-milah guru dalam empat prototipe guru. Ia mengemukakan setiap guru memiliki dua kemampuan dasar, yaitu berpikir abstrak dan komitmen serta kepedulian.

Pendekatan dan perilaku serta teknik yang diterapkan dalam memberi supervisi kepada guru-guru berdasarkan prototipe guru seperti yang disebut di atas. Bila guru profesional maka pendekatan yang digunakan adalah non-direktif.

Perilaku supervisor (1) mendengarkan, (2) memberanikan, (3) menjelaskan, (4) mmnyajikan, (5) memecahkan masalah. Teknik yang diterapkan dialog dan mendengarkan aktif.

Bila gurunya tukang kritik atau terlalu sibuk, maka pendekatan yang diterapkan adalah Modeling. Perilaku supervisi (1) menyajikan, (2) menjelaskan, (3) mendengarkan, (4) memecahkan masalah, (5) negosiasi. Teknik yang digunakan percakapan pribadi, dialog menjelaskan.

Bila gurunya tidak bermutu, maka pendekatan yang digunakan adalah direktif. Perilaku supervisor (1) menjelaskan, (2) menyajikan, (3) mengarahkan, (4) memberi contoh, (5) menetapkan tolak ukur, dan (6) menguatkan.

Berdasarkan uraian singkat tentang paradigma kategori di atas, maka dapat diterapkan berbagai pendekatan teknik dan perilaku supervisi berdasdar data mengenai guru yang sebenarnya yang memerlukan pelayanan supervisi. Berikut ini akan disajikan beberapa pendekatan supervisor.

 

a.  Pendekatan Langsung (Direktif)           

Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung. Sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan/stimulus. Oleh karena guru ini mengalami kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku supervisoradalah: menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolak ukur, dan menguatkan.

 

b. Pendekatan Tidak Langsung (Non-direktif)

pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi  ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-drektif ini berdasarkan pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru-guru. Guru mengemukakan masalahnya supervisor mencoba mendengarkan, memahami, apa yang dialami guru-guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif  adalah:  mendengarkan, memberi penguatan, menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan masalah.

c. Pendekatan Modeling

              Yang dimaksud dengan pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non–direktif menjadi pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah hasil panduan antara kegiatan individu dengan lingkungan pada gilirannya nantui berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut: menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah, dan negosiasi. (Sahertian, 2010:44-52).

7. Teknik-Teknik Supervisi Pendidikan

            Suharsimi Arikunto (2016:172) menjelaskan tahap-tahap dalam teknik supervisi untuk pemecahan masalah sebagai berikut: (a) identifikasi masalah, yaitu mengidentifikasi celah antara keadaan yang sekarang ada dengan keadaan yang diharapkan, (b) diagnosis penyebab, yaitu penelitian mengenai kemungkinan sebab- sebab timbulnya masalah dengan cara menguji faktor- faktor penghambat maupun faktor penunjang, (c) mengembangkan rencana kegiatan, yaitu mengembangkan strategi untuk bertindak dengan secara rinci menealaah setiap alternative yang ada, mengantisMatematikasikan akibat- akibat yang mungkin timbul, mempertimbangkan untuk kemudian memilih salah satu untuk dilaksanakan, (d) melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan dengan menterjemahkan setiap langkah perencanaan dengan prosedur khusus, (e) mengevakuasikan rencana kegitan, yaitu melihat kembali keterlaksanaan, dan lain- lain yang perlu di pertimbangkan di dalam pelaksanaan nanti.

            Rohani dan Ahmadi (2005:79) menjelaskan secara operasional teknik- teknik supervisi yang lazim dan secara teratur dapat dilakukan oleh setiap sekolah yaitu: rapat sekolah, kunjungan kelas, musyawarah, atau pertemuan perseorangan.

            Sahertian (2010:52) menyebutkan teknik-teknik supervisi pendidikan secara garis besar menjadi dua bagian yaitu teknik yang bersifat individual dan teknik yang bersifat kelompok. Teknik yang bersifat individual yaitu: (a) kunjungan kelas, (b) observasi kelas, (c) percakapan pribadi, (d) saling mengunjungi kelas (intervisitasi), (e) penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar, (f) menilai diri sendiri. Adapun teknik yang bersifat kelompok, yaitu teknik yang digunakan bersama-sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu kelompok yaitu: teknik yang digunakan bersama-sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu keompok yaitu: (a) pertemuan orientasi bagi guru baru, (b) panitia penyelenggara, (c) rapat guru, (d) studi kelompok antar guru, (e) diskusi sebagai proses kelompok, (f) tukar menukar pengalaman, (g) lokakarya (workshop), (h) diskusi panel, (i) symposium, (j) demonstrasi mengajar, (k) perpustakaan jabatan, (l) bulletin supervisi, (m) membaca langsung, (n) mengikuti kursus, (o) organisasi jabatan, (p) laboratorium kurikulum, (q) perjalanan sekolah untuk angota staf.

 

2.1.2. Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru

1. Pengertian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru

            Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan tidak dapat dilepaskan dari peranan para anggotanya, dan kelangsungan organisasi ditentukan oleh Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran anggotanya. Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran menurut Gibson, J.L.dkk (1996) adalah perilaku yang ditunjukkan oleh individu dalam mengerjakan suatu tugas yang dibebankan. Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran adalah ungkapan kemajuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menghasilkan sesuatu. Namun menurut Yaslis Ilyas (2001) mengatakan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran adalah penampilan hasil karya personel, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Dengan demikian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran adalah perilaku individu sebagai ungkapan kemajuan dalam menghasilkan sesuatu yang diperoleh dengan mendayagunakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki.

            Masih menurut Yaslis Ilyas (2001), deskripsi Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran menyangkut 3 (tiga) komponen penting yaitu tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari  setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personil. Walaupun demikian, penentuan setiap tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran apakah seorang personil telah mencapai Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran yang diharapkan. Untuk itu ukuran kuantitatif dan kualitatif standar Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran untuk setiap tugas dan jabatan personil memegang peranan penting.  

            Dalam bidang pendidikan, Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran personil dalam konteks ini adalah guru selalu menjadi perhatian karena guru merupakan faktor penentu dalam meningkatkan prestasi belajar dan berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Supriadi (1998) mengartikan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru adalah usaha guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa melalui pengajaran. Tidak berbeda dengan pendapat di atas, Raka Joni (1991) mengartikan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru adalah kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar. Dalam keputusan Mendikbud R.I. No. 35 Tahun 2010, tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Amgka Kreditnya, mengistilahkan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru sebagai prestasi kerja guru yang artinya hasil kerja dan kemajuan yang telah dicapai seorang guru dalam bidang tugasnya. Lebih lanjut dijelaskan dalam kepurusan tersebut, bahwa guru mata pelajaran wajib melaksanakan tugas sebagai berikut: (1) penyusunan program pengajaran, (2) menyajikan program pengajaran-pengajaran, (3) mengevaluasikan belajar, (4) menganalisis hasil evaluasi belajar, (5) menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan, (6) membuat karya tulis/ katya ilmiah dalam bidang pendidikan, (7) mengembangkan kurikulum.

            Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran yang telah ditentukan. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara rutin dan terprogram dalam usaha meningkatkan kualitas mengajar dan kesempatan belajar bagi siswa. Untuk itu dituntut adanya inovasi dalam pengelolaan kelas. Guru sebagai penanggung jawab kegiatan belajar mengajar harus penuh inisiatif dan kreatif dalam kegiatan belajar mengajar, karena gurulah yang mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas terutama keadaan anak dengan segala latar belakangnya. Tolok ukur utama dalam menilai guru adalah kualitas kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas, kegiatan itu disebut juga Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru.

 

2. Tugas Pokok Guru

            Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru ditunjukkan dalam aktifitas kerjanya. Aktifitas disini secara langsung dapat dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan guru dalam melaksanakan tugasnya. Tugas dan kegiatan pokok guru adalah melaksanakan pengajaran. Tugas ini dapat dicapai dengan baik apabila seorang guru mengetahui secara jelas maksud dan tujuan pengajaran yang akan dilaksanakan, serta mengelola pengajran itu sebaik mungkin. Pengelolaan pengajaran yang menjadi tugas guru meliputi: (1) Menyusun rencana program pengajaran; (2) Menyajikan dan melaksanakan program pengajaran; (3) Melakukan evaluasi belajar; (4) Melakukan analisis hasil evaluasi belajar; dan (5) Menyusun program perbaikan (Sukari, 1999: 51). Gagne da Berliner yang dikutip Ibrahim Bafadal (1992: 26) menjelaskan ada tiga fase pengajaran, yaitu (1) fase sebelum pengajaran, (2) fase saat pengajaran, dan (3) fase sesudah pengajaran. Tugas guru sebelum mengajar adalah bagaimana merencanakan suatu sistem pengajaran yang baik. Tugas guru saat mengajar adalah menciptakan suatu kondisi pengajaran yang sesuai dengan yang direncanakan. Sedangakan tugas guru setelah mengajar adalah bagaimana menentukan keberhasilan pengajaran yang telah dilakukan dan mengadakan perbaikan. Ketiga tugas besar ini saling berhubungan dalam mencapai efektifitas dan efisien pengajaran.

            Tugas pertama, merencanakan pengajaran merupakan tugas pertama guru sebagai pengajar. Merencanakan pengajaran berarti merencanakan suatu sistem pengajaran. Sistem pengajaran merupakan suatu sistem yang kompleks, sehingga tugas merencanakan pengajaran bukanlah tugas yang mudah bagi seorang guru, karena guru dituntut memiliki kemampuan berpikir yang tinggi untuk memecahkan masalah pengajaran. Lebih dari itu, guru juga dituntut memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengidentifikasi unsur-unsur pengaajaran dan menghubungkan satu sama lainnya.

            Tugas guru di bidang pengajaran sama dan relevan dengan langkah-langkah dalam proses perencanaan pengajaran. Dick dan Carey (1985:3) mengatakan bahwa komponen-komponen dalam proses belajar mengajar yang perlu diperhatikan yaitu: (1) Melakukan identifikasi tujuan instruktional umum; (2) Melakukan analisis instruksional; (3) Melakukan identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa; (4) Menulis tujuan kompetensi; (5) Melakukan revisi kegiatan instrusional; (6) Mengembangkan butir tes acuan patokan; (7) Mengembangkan strategi instruksional; (8) Mengembangkan dan memilih bahan instruksional; (9) Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif; (10) Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif. Kemp (1977: 27) pernah mengembangkan tujuh langkah dalam perencanaan pengajaran, yaitu, (1) Memahami tujuan, mendaftar topik, dan menetapkan tujuan umum bagi setiap topik; (2) Mengidentifikasi pokok murid-murid; (3) Menspesifikasi tujuan khusus pengajaran yang akan dicapai dalam bentuk hasil perilaku murid yang bisa diukur; (4) Mendaftarkan subyek isi yang mendukung pencapaian tujuan; (5) Mengembangkan pengukuran awal untuk menentukan topik; (6) Menyelesikan aktivitas-aktivitas belajar mengajar dan sumber-sumber pengajaran yang akan menyampaikan subyek isi sehingga murid bisa mencapai tujuan pengajaran; (7) Mengkoordinasikan layanan-layanan pendukung, seperti anggaran, personil, fasilitas, jadwal untuk melaksanakan rencana pengajaran; dan (8) Mengembangkan alat evaluasi belajar dengan kemungkinan revisi dan penilaian kembali semua langkah perencanaan dan perlu pengembangan..

            Tugas kedua adalah mengajar atau mengimplementasikan rencana pengajaran yang dibuat. Tugas ini merujuk pada bagaimana seseorang guru menciptakan suatu sistem pengajaran yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Tugas ini mencakup, menyampaikan tujuan pengajaran,  menyampaikan materi pelajaran, menggunakan metode-metode sera alat-alat tertentu sesuai dengan rencana, menilai keberhasilan belajar murid, memotivasi, membantu memecahkan belajar murid. Thomas Green yang dikutip oleh Ibrahim Bafadal (1992: 31), mengklasifikasi aktivitas-aktivitas pengajaran menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Aktivitas logik; (2) Aktivitas strategik, dan (3) Aktivitas instruksional. Aktivitas logik pengajaran adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan pemikiran dalam melakukan pengajaran, seperti menjelaskan, menyimpulkan, merangkum, dan mendemostrasikan. Aktivitas strategis pengajaran adalah segala aktivitas yang mengacu pada perencanaan atau strategi dalam pengajaran, seperti memotivasi’ bimbingan, pendisiplinan, dan bertanya. Sedangkan aktivitas instruksional pengajaran adalah segala aktivitas yang merupakan bagian dari pengorganisasian kerja guru oleh institusi sekolah. Aktivitas-aktivitas ini meliputi pengumpulan dana, pengarsMatematikan laporan, memonitor murid, dan konsultasi dengan orang tua murid.

            Kerangka berpikir Green mendeskripsikan antara aktivitas-aktivitas pengajaran dan aktivitas-aktivitas guru. Aktivitas logik dan aktivitas strategik lebih menuju pada aktivitas pengajaran guru di kelas, sedangkan aktivitas instruksional lebih menuju pada aktivitas guru di luar kelas/pengajaran. Menurut Mc Pherson dikutip oleh Ibrahim Bafadal (1992: 32), apabila seseorang ingin mengembangkan pengajaran guru, maka harus difokuskan pada pengembangan aktivitas-aktivitas logik dan strategik. Aktivitas logik pengajaran ditujukan guru selama satu kali pengajaran, sedangkan aktivitas-aktivitas strategik pengajaran ditujukan guru dalam waktu yang lebih lama, misalnya selama satu semester. Konsekuensinya, menurut MC. Pherson, apabila kepala sekolah maupun supervisor ingin mngukur kemampuan guru dalam melakukan aktivitas-aktivitas logik, maka bisa melalui satu kali observasi kelas. Namun apabila guru dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas strategik, maka sebaiknya melalui serangkaian observasi, diskusi, dan review, sehingga menghasilkan penilaian yang tepat. Dalam pelaksanaan program-program pengajaran dalam melaksanakan secara efektif dan efisien tentu banyak aspek ketrampilan mengajar yang dituntut bagi seorang guru. Proses pengajaran akan efektif, apabila guru dapat berkomunikasi secara efektif, dapat menrncanakan isi pengajaran, mampu menggunakan alat bantu secara maksimal, mahir dalam menggunakan metode pengajaran yang bervariasi, penampilan yang menarik, dapat memotivasikan minat belajar siswa, mampu menciptakan seni bertanya yang efektif dan mampu mengadalkan evaluasi.

Tugas ketiga guru adalah menilai pengajaran. Tugas ini merujuk bagaimana guru menilai keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dikelolanya. Tugas menilai pengajaran adalah menilai bagian-bagian yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Beberapa hal yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi belajar aktif pada diri peserta didik, antara lain :

  1. Penampilan guru yang hangat dan menumbuhkan partisMatematikasi positif

Sikap guru tampil hangat, bersemangat, penuh percaya diri dan antusias, serta dimulai  dan pola pandang bahwa peserta didik adalah manusia-manusia cerdas berpotensi, merupakan faktor penting yang akan meningkatkan  partisMatematikasi aktif peserta didik.  Segala bentuk penampilan guru akan membias mewarnai sikap para peserta didiknya.  Bila tampilan guru sudah tidak bersemangat maka jangan harap akan tumbuh sikap aktif  pada diri peserta didik.  Karena itu hendaknya seorang guru dapat selalu menunjukkan keseriusannya terhadap pelaksanaan proses  belajar  mengajar, serta dapat meyakinkan bahwa materi pelajaran serta  kegiatan yang dilakukan merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik, sehingga akan tumbuh minat yang kuat pada diri para peserta didik yang bersangkutan.

  1. Guru memberitahu maksud dan tujuan pembelajaran

Bila peserta didik telah mengetahui tujuan dari pembelajaran yang sedang mereka ikuti, maka mereka akan terdorong untuk melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif. Oleh karena itu pada setiap awal kegiatan guru berkewajiban memberi penjelasan kepada peserta didik  tentang apa dan untuk apa materi pelajaran itu harus mereka pelajari serta  apa keuntungan yang akan mereka peroleh. Selain itu hendaknya guru tidak lupa untuk  mengadakan kesepakatan bersama  dengan para peserta didiknya mengenai tata tertib belajar yang berlaku agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif.

  1. Guru menyiapkan fasilkitas, sumber belajar, dan lingkungan yang mendukung

Bila di dalam kegiatan pembelajaran telah tersedia fasilitas dan sumber belajar yang “menarik”  dan  “cukup”  untuk mendukung kelancaran kegiatan belajar mengajar  maka hal itu juga akan  menumbuhkan semangat belajar peserta  didik.  Begitu pula halnya dengan faktor situasi dan kondisi lingkungan yang juga penting untuk diperhatikan,  jangan sampai faktor itu memperlunak semangat dan keaktifan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar.

  1. Adanya prinsip pengakuan penuh atas pribadi setiap peserta didik

Agar kesadaran akan potensi, eksistensi, dan percaya diri pada diri peserta didik dapat terus tumbuh, maka guru berkewajiban menjaga situasi interaksi agar dapat berlanagsung dengan berlandaskan prinsip pengakuan atas pribadi setiap individu. Sehingga kemampuan individu, pendapat atau ggasan, maupun keberadaannya perlu diperhatikan dan dihargai.  Dan yang penting lagi guru hendaknya  rajin memberikan apresiasi atau pujian bagi para peserta didik, antara lain  dengan mengumumkan  hasil prestasi, mengajak peserta didik yang lain memberikan  selamat atau tepuk tangan, memajang hasil karyanya di kelas atau bentuk penghargaan lainnya.

  1. Adanya konsistensi dalam penerapan aturan atau perlakuan oleh guru di dalam proses belajar mengajar

Perlu diingat bahwa bila terjadi kesalahan dalam hal perlakuan oleh guru di dalam pengelolaan kelas pada waktu yang lalu maka hal itu berpengaruh negatif terhadap kegiatan selanjutnya. Penerapan peraturan yang tidak konsisten, tidak adil, atau kesalahan perlakuan yang lain akanmenimbulkan kekecewaan dari para peserta didik, dan hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat keaktifan belajar peserta didik.  Karena itu di dalam memberikan sanksi harus sesuai dengan ketentuannya, memberi nilai sesuai kriteria, dan memberi pujian tidak pilih kasih.

  1. Adanya pemberian  “penguatan”  dalam proses belajar-mengajar

Penguatan adalah pemberian respon dalam proses interaksi belajar mengajar baik berupa pujian maupun sanksi. Pemberian penguatan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan keaktifan belajar dan mencegah berulangnya kesalahan dari peserta didik.  Penguatan yang sifatnya positif dapat dilakukan dengan kata-kata; bagus! baik!, betul!, hebat! Dan sebagainya, atau dapat juga dengan gerak; acungan jempol, tepuk tangan, menepuk-nepuk bahu, menjabat tangan dan lain-lain.  Ada pula dengan  cara memberi hadiah  seperti hadiah buku, benda kenangan atau diberi hadiah khusus berupa; boleh pulang duluan atau pemberian perlakuan menyenangkan lainnya. 

  1. Jenis kegiatan Pembelajaran menarik atau menyenangkan dan menantang

Agar peserta didik dapat tetap aktif dalam mengikuti kegiatan atau melaksanakan tugas pemebelajaran perlu  dipilih jenis kegiatan atau tugas yang sifatnya menarik atau menyenangkan bagi peserta didik di samping juga bersifat menantang.  Pelaksanaan kegiatan hendaknya bervariasi, tidak selalu harus di dalam kelas, diberikan tugas yang dikerjakan di luar kelas seperti di perpustakaan, dan lain-lain.  Penerapan model “belajar sambil bekerja” (learning by doing) sangat dianjurkan, di jenjang sekolah dasar antara lain dilakukan belajar sambil bernyanyi atau belajar sambil bermain.  Untuk lebih mengaktifkan peserta didik secara merata dapat  diterapkan pemberian tugas pembelajaran secara individu atau kelompok belajar (group learning) yang didukung adanya fasilitas/sumber belajar yang cukup. Sekiranya tersedia dianjurkan penggunaan media pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat lebih efektif.

  1. Penilaian hasil belajar dilakukan serius, obyektif, teliti dan terbuka

Penilaian hasil belajar yang tidak serius akan sangat mengecewakan peserta didik, dan hal itu akan memperlemah semangat belajar.  Karena itu, agar kegiatan penilaian ini dapat  membangun semangat belajar para peserta didik maka hendaknya dilakukan serius, sesuai dengan ketentuannya, jangan sampai terjadi manipulasi, sehingga hasilnya dapat obyektif.  Hasil penilaiannya diumumkan secara terbuka atau yang lebih baik dibuatkan daftar kemajuan hasil belajar yang ditempel di kelas.  Dari daftar kemajuan belajar tersebut setiap peserta  didik dapat melihat prestasi mereka masing-masing tahap per tahap.

 

3. Penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru

            Penilaian merupakan bagian penting dari fungsi manajemen. Penilaian dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi, dan sekaligus memperbaiki kesalahan yang terjadi sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal. Penilaian adalah suatu proses pengukuran dan pertimbangan hasil pekerjaan nyata yang dicapai dengan kriteria yang ditetapkan. Torrington & Huat (1994), menjelaskan bahwa penilaian unjuk kerja merupakan tugas yang berat karena melibatkan keputusan, pelaporan, dan menindaklanjuti hasil penilaian unjuk kerja seseorang. Sedangkan Sutisna (1993) mengartikan penilaian sebagai suatu proses yang menentukan seberapa baik sebuah organisasi, program-program atau kegiatan-kegiatan yang sedang atau telah dilaksanakan. Dengan kata lain, menilai adalah membandingkan hasil-hasil yang sebenarnya dengan yang di kehendaki dan menentukan pendapat tentang performansi yang telah dicapai berdasarkan standart yang telah ditetapkan sebelumnya.

            Penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dapat dilakukan oleh kepala sekolah maupun pengawas untuk mengetahui realisasi tugas yang ditetapkan. Penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran yang baik harus menghargai prestasi kerja yang telah dicapai oleh guru dan tidak bermaksud mencari kesalahan, namun lebih bertujuan menindaklanjuti hasil penilaian. Penilaian terhadap guru dapat dilakukan apabila telah disepakati standart/target Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran yang diharapkan.        

Penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan, antara lain;

  1. Penilaian diri sendiri

            Penilaian ini didasarkan pada teori kontrol dan interaksi simbolik. Teori kontrol seperti dijelaskan oleh Carver dan Scheier (1981) individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk mencapai tugas mereka. Mereka harus (1) menetapkan standar untuk perilaku mereka, (2) mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan standarnya (umpan balik), dan (3) berperilaku yang sesuai dan layak untuk mengurangi perbedaan ini. Selanjutnya berdasarkan toeri ini guru perlu melihat dimana dan bagaimana mereka mencapai tujuan mereka. Dengan pengenalan kesalahan yang dilakukan, mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan perbaikan untuk selanjutnya mereka kembali melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan mereka.

            Sedangkan menurut teori simbolik adalah guru diharapkan akan mengembangkan konsep sendiri dan membuat penilaian sendiri berdasarkan pada kepercayaan kita tentang bagaimana orang lain memahami dan mengevaluasi kita (Edwards & Klockars, 1981). Berdasarkan teori ini dapat diketahui pentingnya guru memahami pendapat orang lain di sekitarnya.

  1. Penilaian 360 derajat

            Penilaian ini didasarkan pada pendapat Beatty (1993) yang mengatakan teknik penilaian ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra dan atasan personil. Data penilaian merupakan nilai kumulatif dari ketiga penilai. Hasil penilaian silang ini diharapkan akan mengurangi kemungkinan terjadinya kerancuan, bila penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru hanya dilakukan oleh satu pihak saja.

            Pendekatan model penilaian ini dapat dilakukan oleh; (1) penilaian atasan. Penilaian ini dilakukan oleh atasa langsung dari suatu organisasi. Bila organisasi ini sekolah maka yang melakukan penilaian adalah kepala sekolah. (2) Penilaian mitra. Penilaian mirta dilakukan oleh rekan guru lain dalam suatu organisasi sekolah. Penilaian model ini lebih cocok dilaksanakan dalam suatu sekolah yang memiliki kultur yang terbuka dan masing-masing guru memiliki otonomi sendiri. Instrumen penilaian mitra kerja yang digunakan biasanya menyangkut enam hal  yaitu indikator kehadiran, sikap, kebiasaan, kerjasama, adaptasi, kerja kelompok serta keamanan kerja (Yaslis Ilyas, 2003). (3) Penilaian bawahan. Penilaian itu dilakukan oleh guru terhadap kepala sekolah sebagai atasan. Dalam model penilaian ini, di Indonesia jarang sekolah yang melaksanakan model penilaian ini.

            Dalam pelaksanaannya guru untuk mengukur Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajarannya dinilai oleh kepala sekolah . Kepala sekolah dapat menggunakan daftar penilaian pelaksaan pekerjaan (DP3) maupun menggunakan teknik supervisi ketika mengajar di dalam dan di luar kelas.

 

4. Manfaat Penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru

            Penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru diharapkan bermanfaat bagi kemajuan sekolah, peningkatan kerja guru maupun bagi peningkatan belajar siswa. Gibson, J.L. dkk (1996) menjelaskan secara singkat bahwa manfaat evaluasi prestasi kerja adalah memberikan kepada yang dinilai dan penilai (pimpinan, rekan, bawahan) informasi tentang Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran yang dicapai. Pendapatan yang hampir sama dikemukakan oleh seorang pakar bernama Gary Dessler (1986) bahwa manfaat penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran adalah (1) menyediakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan  untuk promosi dan gaji, (2) meyediakan kesempatan bagi pemimpin dan bawahan untuk bersama-sama meninjau perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan, (3) memungkinkan bagi pemimpin bersama-sama dengan bawahan menyusun suatu rencana untuk memperbaiki setiap deviasi yang terjadi. Secara lebih spedifik, Sutisna, O. (1993) berpendapat pentingnya penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran adalah: (1) untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan pada akhir suatu periode kerja, (2) untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien, (3) untuk memperoleh fakta-falta tentang kesukaran-kesukaran, (4) untuk menghindari situasi yang dapat merusak, (5) untuk memajukan kesanggupan para guru dalam mengembangkan organisasi sekolah. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran bermanfaat bagi kepala sekolah untuk mngadakan perbaikan dan pembinaan kepada guru dalam menjalankan tugas bimbingan dan pengajaran. Bagi guru, manfaat penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran untuk mengetahui pencapaian prestasi kerja, selanjutnya digunakan untuk mengadakan perbaikan dalam rangka meningkatkan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajarannya. sedangkan bagi sekolah manfaat penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun program semester dan program tahunan sekolah.

            Dari teori-teori di atas dapat dirumuskan bahwa Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru adalah perilaku nyata guru yang dapat diamati dalam tugasnya sebagai guru. Perilaku guru  sebagaimana dimaksud berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengelolaan pengajaran dan pengembangan profesi meliputi kegiatan-kegiatan: (1) Mampu menyusun program atau praktek, (2) mampu menyajikan program pengajaran, (3) mampu melaksanakan evaluasi belajar, (4) mampu melaksanakan analisis hasil evaluasi belajar atau praktek, (5) mampu menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan, (6) mampu membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan, (7) mampu mengembangkan kurikulum. Kegiatan-kegiatan tersebut akan diukur dengan angket yang di kerjakan oleh guru tersebut.

D. Kerangka Berpikir

            Upaya peningkatan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru MATEMATIKA SMP Negeri 5 Tamiang Layang sudah merupakan hal yang sangat perlu untuk diupayakan sehingga siswa mendapatkan hasil belajar yang maksimal, upaya itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan peningkatan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dalam mengelola pembelajaran, mulai dari persiapan perencanaan pengajaran, metode, media, sumber belajar, alat evaluasi, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, sampai dengan evaluasi hasil belajar.

            Guru sering kali mendapatkan masalah dan kesulitan dalam pengelolaan pembelajaran yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya, karena berbagai keterbatasan, oleh karena itu diperlukan pendampingan terhadap guru mulai dari perencanaan pengajaran, pelaksanaan pembelajaran sampai dengan evaluasi hasil belajar. Jika upaya ini dilakukan dengan baik diduga dapat memberikan kontribusi yang tinggi dalam peningkatan hasil Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran ini dapat digambarkan sebagai berikut.

 

Realitas Hasil belajar Matematika Rendah

Hasil belajar Matematika Meningkat

Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru Kelas

Meningkat

Kegiatan Belajar Mengajar  Bekualitas

Supervisi Individual Terhadap Guru Kelas Tinggi

Perencanaan Pengajaran, Penyiapan metode, alat & sumber belajar, alat evaluasi, pelaksanaan KBM dan evaluasi hasil belajar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Kerangka Berpikir

BAB III METODE PENELITIAN TINDAKAN

3.1 Prosedur Penelitian Tindakan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan disain penelitian tindakan (action research) yang dirancang melalui dua siklus melalui prosedur: (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan tindakan (action), (3) pengamatan (observation), (4) refleksi (reflecsion) dalam tiap-tiap siklus.

 

Pelaksanaan

 

Pengamatan

Refleksi

Perencanaan

Pelaksanaan

Pengamatan

Refleksi

Perencanaan

 

 

SIKLUS I

SIKLUS II

?

 

Gambar 2. Disain penelitian tindakan (action research)

3.2 Setting Penelitian

        Penelitian ini dilaksanakan di SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Pelajaran 2015/2016,  yang berada 60 km dari kota Kabupaten Barito Timur. SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau Kabupaten Barito Timur terdiri dari 1 (satu) orang Kepala Sekolah dan 10 (Sepuluh) orang guru. Terdiri dari 6 (enam) robongan belajar.

 

3.3 Obyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan terhadap guru Kelas Tinggi Mata Pelajaran Matematika pada SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau, yang berjumlah 3 (tiga) orang guru kelas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat seperti pada tabel berikut.

Tabel 2. Daftar Obyek penelitian tindakan

No

Nama Guru

Mengajar  

1

Pakman L, S.Pd

Kelas VI

2

Reffila, S.Pd

Kelas V

3

Helyani, S.Pd.SD

Kelas IV

 

3.4 Metode dan Pelaksanaan Tindakan

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Siklus I dan Siklus II dilaksanakan pada bulan 1 Agustus s.d 15 Oktober  2015.

Objek penelitian ini adalah semua guru kelas tinggi yang mengajar Mata Pelajaran Matematika di SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau.

Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini yang dilaksanakan dengan dua siklus adalah seperti diuraikan berikut ini.

 

1. Siklus I

a. Perencanaan (Planning)

            Dalam tahap perencanaan disiapkan hal-hal sebagai berikut: (a) menyiapkan bahan, inventarisasi kebutuhan dan inventarisasi masalah/kesulitan guru kelas dalam mengelola pembelajaran, (b) berdiskusi dengan guru (Focus Group Discussion) tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk peningkatan kualitas pembellajaran Mata Pelajaran Matematika, (c) menyiapkan jadwal pelaksanaan pendampingan pada setiap guru disesuaikan dengan kesiapan setiap guru, dan (d) menyiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan dalam pendampingan.

b. Pelaksanaan Tindakan (Action)

Pada tahap ini dilaksanakan pendampingan pada setiap guru sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan, yaitu: (a) Pendampingan terhadap guru dalam perencanaan pembelajaran: mulai dari menyusun rencana pengajaran: menyiapkan metode, membuat media belajar, menyiapkan sumber belajar, dan menyiapkan alat evaluasi. (b) Pendampingan terhadap guru saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas, sesuai dengan pokok bahasan dan materi yang akan diajarkan. (c) Pendampingan terhadap guru saat mengevaluasi hasil belajar terhadap siswa.

c. Pengamatan (Observation)

Pengamatan dilakukan pada setiap tahap penelitian, mulai dari tahap perencaaan dan pelaksanaan tindakan, kejadian dan hal-hal yang terjadi direkam dalam bentuk catatan-catatan hasil observasi, dan didokumentasikan  sebagai data-data penelitian.

 

d. Refleksi (Reflection)

Pada akhir tiap siklus diadakan refleksi berdasarkan data observasi, dengan Refleksi ini dimaksudkan agar peneliti dapat melihat apakah tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat meningkatkan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dan hasil belajar siswa, kendala-kendala apa yang menghambat, faktor apa saja yang menjadi pendorong, dan alternatif apa sebagai solusinya. Pada penelitian ini refleksi yang dilakukan adalah dari hasil pengamatan input dan output Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dan hasil belajar siswa.

Sumber data penelitian ini adalah siswa, guru kelas tinggi, peneliti. Jenis data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dan kualitatf, yang mencakup (a) rencana pendampingan, (b) pelaksanaan pendampingan, (c) data hasil observasi, (d) Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru, (e) hasil belajar mata pelajaran Mata Pelajaran Matematika, (e) perubahan guru dan sikap siswa dalam mengikuti mata pelajaran Mata Pelajaran Matematika.

2. Siklus II

            Kegiatan tindakan pada siklus II didasarkan atas temuan-temuan hasil dari siklus I, adapun langkah-langkah tindakan yang dilakukan sama dengan pada siklus I.

3.5  Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data meliputi panduan observasi, panduan wawancara, jurnal kegiatan guru dan siswa, tes Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru, dan tes pengukuran hasil belajar siswa.

Instrumen pengumpul data meliputi:

  1. Pedoman observasi dan pengamatan (observasi), sebagai data untuk melihat kondisi guru kelas tinggi dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya.
  2. Instrumen penilaian Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru, untuk melihat kemajuan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru.
  3. Instrumen penilaian hasil belajar siswa, sebagai salah satu indikator keberhasilan belajar mengajar guru.
  4. Instrumen validasi soal, sebagai indikator soal yang valid.

 

3.6 Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan analisis kategorial dan fungsional melalui model analisis interaktif (interactive model), yakni analisis yang dilakukan melalui empat komponen analisis: reduksi data, penyandian, dan verifikasi dilakukan secara simultan. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

            Penelitian ini merupakan penelitian tindakan berupa supervisi individual terhadap Guru kelas tinggi pada SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau, yang dilakukan dengan dua siklus. Adapun hasil penelitian disajikan sebagai berikut:

      1. Deskripsi Awal

            Hasil dari refleksi awal Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru kelas tinggi pada SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau sebelum dilakukan tindakan pada siklus I, didapatkan tingkat Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru seperti disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3. Persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru kelas tinggi  sebelum dilakukan tindakan

 

 

Aspek Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru

Rerata Skor

Skor Ideal

% Rerata Skor

Komponen Rencana Pembelajaran

 

 

 

I

Perumusan tujuan pembelajaran

3,0

5

60,0%

II

Pemilihan dan pengorgani-sasian materi ajar

3,0

5

60,0%

III

Pemilihan sumber belajar/ media pembelajaran

2,5

5

50,0%

IV

Metode pembelajaran

3

5

50,0%

V

Penilaian hasil belajar

3

5

50,0%

 

Total

14,50

25

58,0%

Komponen Pelaksanaan Pembelajaran

 

 

 

I

Pra Pembelajaran

2

4

50,0%

II

Membuka Pembelajaran

2

4

50,0%

III

Kegiatan Inti Pembelajaran

 

 

 

 

a. Penguasaan Materi

2,5

4

62,5%

 

b. Pendekatan/Strategi

2,5

4

62,5%

 

c. Pemanfaatan Sumber Belajar

2

4

50,0%

 

d. Pengelolaan belajar peserta didik

2,5

4

62,5%

 

e. Penilaian proses dan hasil belajar

2

4

50,0%

 

f. Penggunaan bahasa

3

4

75,0%

IV

Penutup

2,5

4

62,5%

 

Total

21

36

58,3%

Keseluruhan

58,2%

 

Dari tabel di atas terlihat bahwa Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru kelas tinggi mencapai rata-rata skor 58,2%, yang meliputi komponen perencanaan pembelajaran sebesar 58,0% dan komponen pelaksanaan pembelajaran 58,3%. Kategori persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru tersebut termasuk pada kategori yang sedang, perhatikan gambar berikut.

Persentase komponen perencanaan pembelajaran guru relatif lebih rendah dari pada komponen pelaksanaanya, hal ini menunjukkan bahwa guru belum begitu baik dalam merencanaakan pembelajarannya.

Persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru komponen perencanaan pembelajaran meliputi: (1) perumusan tujuan pembelajaran sebesar 60,0%, (2) pemilihan dan pengorganisasian materi ajar sebesar 60,0%, (3) pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sebesar 50,0%, (4) metode pembelajaran  sebesar 50,0%, dan (5) rencana penilaian hasil belajar sebesar 50,0%, dari data tersebut nampak bahwa guru kurang merencanakan pemilihan sumber belajar/media pembelajaran karena persentasenya cukup kecil yang hanya mencapai 50,0%.

Pada komponen pelaksanaan pembelajaran didapatkan persentase rata-rata skor Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran pada setiap aspek adalah: (1) Pra pembelajaran sebesar 50,0%, (2) membuka pelajaran sebesar 50,0%, (3) kegiatan inti pembelajaran yang meliputi: (a) penguasaan materi sebesar 62,5%, (b) pendekatan/strategi sebesar 62,5%, (c) pemanfaatan sumber belajar 50,0%, (d) pengelolaan belajar peserta didik 62,5%, (e) penilaian proses dan hasil belajar sebesar 50,0%,  (f) penggunaan bahasa sebesar 75,5%, dan (4) penutup sebesar 62,5%.

Dari data tersebut yang paling rendah adalah Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dalam pemanfaatan sumber belajar yang relatif rendah hanya sebesar 50,0%, dan juga pada bagian penilaian proses dan hasil belajar 50,0%, hal ini pada umumnya guru pada akhir sesi pembelajaran tidak memberikan refleksi atau membuat rangkuman yang melibatkan peserta didik, serta kurang memberikan arahan tindak lanjut, kegiatan untuk menambah pengayaan materi yang diajarkan kepada peserta didik.             Pemanfaatan sumber belajar relatif kurang, media-media yang dapat digunakan untuk pembelajaran relatif kurang banyak dimanfaatkan.

Hal-hal tersebut berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran MATEMATIKA, dengan nilai rata-rata yang diperoleh adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.Nilai rata-rata Ulangan harian Mata Pelajaran

             Matematika SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau.

 

No

Nama Guru

Kelas

Mapel

Nilai Rata-rata

1

Pakman L, S.Pd

VI

Matematika

50,33

2

Reffila, S.Pd

V

Matematika

49,85

3

Helyani, S.Pd.SD

IV

Matematika

45,44

 

 

      1. Deskripsi Hasil Siklus I
  1. Persiapan

              Pada kegiatan persiapan yang dilakukan pembuatan rencana pembelajaran yang dikerjakan oleh guru-guru Kelas Tinggi. Tujuan dari kegiatan ini adalah  cara melaksanakan pembelajaran yang menerapkan Pembelajaran Aktif Inovatif kreatif dan menyenangkan. Guru diharapkan mengajar yang menerapkan Pembelajaran Aktif Inovatif kreatif dan menyenangkan.

            Selanjutnya dilanjutkan dengan evaluasi mengenahi pelaksanaan pembelajaran, untuk mengevaluasi kekurangan-kekurangan maupun kelebihan pada pelaksanaan pembelajaran tersebut.  Kemudian dilanjutkan kegiatan pembuatan persiapan pembelajaran seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penyiapan alat dan bahan belajar, dan alat evaluasi.

  1. Pelaksanaan

            Pada tahap ini guru guru kelas tinggi melaksanakan pembelajaran sesuai RPP yang telah dibuat guru kelas secara bersama-sama. Salah satu Guru kelas yang bernama Pakman L, S.Pd melaksanakan pembelajaran yang diamati secara kolaboratif antara Kepala Sekolah dan Reffila, S.Pd. Setelah pembelajaran selesai lalu dilaksanakan review terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh Pakman L, S.Pd sesuai dengan hasil pengamatan 2 orang abservator.

            Kemudian pada tanggal yang berbeda dilaksanakan pembelaran di kelas V oleh Reffila, S.Pd yang diamati oleh Kepala Sekolah dan Pakman L, S.Pd. Kemudian dilakukan review terhadap pelaksanaan pembelajaran seperti pada kegiatan pembelajaran yang pertama.

            Kemudian pada tanggal yang berbeda dilaksanakan pembelaran di kelas IV oleh Helyani, S.Pd.SD yang diamati oleh Kepala Sekolah dan Pakman L, S.Pd. Kemudian dilakukan review terhadap pelaksanaan pembelajaran seperti pada kegiatan pembelajaran yang pertama.

  1. Pengamatan

            Kegiatan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara kolaboratif antara Kepala Sekolah dan guru mata pelajaran. Pada saat Pakman L, S.Pd. melaksanakan pembelajaran maka yang mengamati Kepala Sekolah dan Reffila, S.Pd. sedangkan pada saat Helyani, S.Pd.SD melaksanakan pembelajaran maka yang mengamati Kepala Sekolah dan Pakman L, S.Pd.

            Dan pada saat Reffila, S.Pd melaksanakan pembelajaran diamati oleh Kepala Sekolah dan Pakman L, S.Pd. juga pada saat Pakman L, S.Pd melaksanakan pembelajaran diamati oleh Kepala Sekolah dan Helyani, S.Pd.SD.

  1. Refleksi

Hasil dari refleksi awal Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru Kelas Tinggi pada SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau setelah dilakukan tindakan pada siklus I, didapatkan tingkat Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru seperti disajikan pada tabel berikut.

 

 

     Tabel 5. Persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru Kelas  hasil Tindakan Siklus I

 

Aspek Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru

Rerata Skor

Skor Ideal

% Rerata Skor

Komponen Rencana Pembelajaran

 

 

 

I

Perumusan tujuan pembelajaran

3,5

5

75,0%

II

Pemilihan dan pengorgani-sasian materi ajar

3,5

5

75,0%

III

Pemilihan sumber belajar/ media pembelajaran

3

5

60,0%

IV

Metode pembelajaran

3,5

5

75,0%

V

Penilaian hasil belajar

3,5

5

75,0%

 

Total

17

25

68,0%

Komponen Pelaksanaan Pembelajaran

 

 

 

I

Pra Pembelajaran

2,5

4

62,5%

II

Membuka Pembelajaran

2,5

4

62,5%

III

Kegiatan Inti Pembelajaran

 

 

 

 

a. Penguasaan Materi

3

4

75,0%

 

b. Pendekatan/Strategi

3

4

75,0%

 

c. Pemanfaatan Sumber Belajar

3

4

75,0%

 

d. Pengelolaan belajar peserta didik

3

4

75,0%

 

e. Penilaian proses dan hasil belajar

3

4

75,0%

 

f. Penggunaan bahasa

3

4

75,0%

IV

Penutup

3

4

75,0%

 

Total

26

36

72,2%

Keseluruhan

70,1%

 

            Dari tabel di atas terlihat bahwa Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru Kelas SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau setelah dilakukan supervisi individual didapatkan persentase skor skor Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran terjadi peningkatan dari 58,2% menjadi 70,1%. Kategori persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru tersebut termasuk pada kategori yang tinggi, perhatikan gambar berikut.

Persentase semua aspek terjadi peningkatan yang dengan hasil persentasi sebagai berikut: komponen perencanaan pembelajaran sebesar 58,0% menjadi 68,0% dan komponen pelaksanaan pembelajaran dari 58,3% menjadi 72,2%. Nampak bahwa pada komponen perencanaan pembelajaran guru telah meningkat, yang berdampak pada pelaksanaannya jauh lebih meningkat lagi, manum demikian hal ini masih menunjukkan bahwa persiapan guru sebelum mengajar masih lebih rendah dibandingkan dengan pelaksanaannya.

            Persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru pada setiap komponen perencanaan pembelajaran hasil siklus I adalah: (1) perumusan tujuan pembelajaran sebesar 75,0%, (2) pemilihan dan pengorganisasian materi ajar sebesar 75,0%, (3) pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sebesar 60,0%, (4) metode pembelajaran  sebesar 75,0%, dan (5) rencana penilaian hasil belajar sebesar 75,0%, dari data tersebut nampak bahwa guru dalam merencanakan pemilihan sumber belajar/media pembelajaran karena persentasenya masih paling kecil yang baru mencapai 60,0%.

            Pada komponen pelaksanaan pembelajaran didapatkan persentase rata-rata skor Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran hasil siklus I pada setiap aspek adalah: (1) Pra pembelajaran sebesar 62,5%, (2) membuka pelajaran sebesar 62,5%, (3) kegiatan inti pembelajaran yang meliputi: (a) penguasaan materi sebesar 75,0%, (b) pendekatan/strategi sebesar 75,0%, (c) pemanfaatan sumber belajar 75,0%, (d) pengelolaan belajar peserta didik 75,0%, (e) penilaian proses dan hasil belajar sebesar 75,0%,  (f) penggunaan bahasa sebesar 75,0%, dan (4) penutup sebesar 75,0%.

            Dari data tersebut yang paling rendah adalah Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dalam pemanfaatan sumber belajar telah terjadi peningkatan yang cukup baik mencapai 75,0%, hal ini menunjukkan bahwa guru telah dapat memanfaatkan sumber belajar sehingga peserta didik dapat lebih optimal dalam belajarnya. Aspek yang relatif paling rendah hasil siklus I pada pelaksanaan pembelajaran adalah pengelolaan belajar peserta didik yaitu pembelajaranyang memicu dan memelihara keterlibatan peserta didik menumbuhkan partisMatematikasi aktif peserta didik melalui interaksi guru, peserta didik, dan sumber belajar merespon positif partisMatematikasi peserta didik, menunjukkan sikap terbuka terhadap respon peserta didik, menunjukkan hubungan antar priobadi yang kondusif, dan menumbuhkan kecerriaan dan antusiasme peserta didik dalam belajar.

            Peningkatan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru tersebut berdampak pula pada peningkatan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Matematika, dengan nilai rata-rata yang diperoleh relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai sebelummnya yang dapat dilihat seperti pada tabel berikut.

Tabel 4.     Nilai rata-rata Ulangan harian mata pelajaran Mata

                  Pelajaran Matematika  pada SDN Lampeong

                  Kecamatan Pematang Karau. Siklus I

No

Nama Guru

Kelas 

Rata-rata Nilai Matematika

1

Pakman L, S.Pd

VI

54,35

2

Reffila, S.Pd

V

53,15

3

Helyani, S.Pd.SD

IV

49,85

 

            Dari tabel tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan rata-rata nilai Mata Pelajaran Matematika pada setiap kelas setelah dilakukan supervisi individual terhadap guru. Pada SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau meningkat sebesar 35,5%,

 

4.1.3  Hasil Tindakan Siklus II

  1. Persiapan

              Pada kegiatan persiapan pada siklus II yaitu kegiatan pembuatan persiapan pembelajaran seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penyiapan alat dan bahan belajar, dan alat evaluasi. Dengan adanya penyempurnan- penyempurnan dari kekurangan yang mesih ada pada kegiatan Siklus I. sehingga persiapan pada siklus II ini dirasa lebih mantab dan sempurna jika dibandingkan persiapan pada siklus I

  1. Pelaksanaan

              Pada tahap ini guru Kelas Tinggi melaksanakan pembelajaran sesuai RPP yang telah dibuat secara bersama-sama. Salah satu Guru Kelas VI yang bernama Pakman L, S.Pd melaksanakan pembelajaran Matematika di kelas VI yang diamati secara kolaboratif antara Kepala Sekolah dan Reffila, S.Pd. Setelah pembelajaran selesai lalu dilaksanakan review terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh Pakman L, S.Pd sesuai dengan hasil pengamatan 2 orang abservator.

              Kemudian pada tanggal yang berbeda dilaksanakan pembelaran di kelas V oleh Reffila, S.Pd yang diamati oleh Kepala Sekolah dan Pakman L, S.Pd. Kemudian dilakukan review terhadap pelaksanaan pembelajaran seperti pada kegiatan pembelajaran yang pertama.

              Kemudian pada tanggal yang berbeda dilaksanakan pembelaran di kelas IV oleh Helyani, S.Pd.SD yang diamati oleh Kepala Sekolah dan Pakman L, S.Pd. Kemudian dilakukan review terhadap pelaksanaan pembelajaran seperti pada kegiatan pembelajaran yang pertama.

              Kemudian dilakukan review terhadap pelaksanaan pembelajaran seperti pada kegiatan pembelajaran yang kedua.

  1. Pengamatan

              Pada tahap ini guru Kelas Tinggi melaksanakan pembelajaran sesuai RPP yang telah dibuat guru Kelas secara bersama-sama. Salah satu GuruKelas yang bernama Pakman L, S.Pd melaksanakan pembelajaran Matematika di kelas VI yang diamati secara kolaboratif antara Kepala Sekolah dan Reffila, S.Pd. Setelah pembelajaran selesai lalu dilaksanakan review terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh Pakman L, S.Pd sesuai dengan hasil pengamatan 2 orang abservator.

              Kemudian pada tanggal yang berbeda dilaksanakan pembelaran di kelas V oleh Reffila, S.Pd yang diamati oleh Kepala Sekolah dan Pakman L, S.Pd. Kemudian dilakukan review terhadap pelaksanaan pembelajaran seperti pada kegiatan pembelajaran yang pertama.

              Kemudian pada tanggal yang berbeda dilaksanakan pembelaran di kelas IV oleh Helyani, S.Pd.SD yang diamati oleh Kepala Sekolah dan Pakman L, S.Pd. Kemudian dilakukan review terhadap pelaksanaan pembelajaran seperti pada kegiatan pembelajaran yang pertama. Kemudian dilakukan review terhadap pelaksanaan pembelajaran seperti pada kegiatan pembelajaran yang kedua.

  1. Refleksi

Hasil dari refleksi Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru Kelas Tinggi pada SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau setelah dilakukan tindakan pada siklus II, didapatkan tingkat Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru seperti disajikan pada tabel berikut.

            Hasil refleksi dari hasil tindakan pada Siklus I selanjutnya dijadikan sebagai dasar untuk melakukan supervisi individual terhadap guru Kelas Tinggi SDN Lampeong Kecamatan Pematang Karau pada tahap selanjutnya, supervisi yang dilakukan yaitu membantu guru mengidentifikasi kekurangan-kekurangan mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembelajaran, yang mereka hadapi. Selanjutnya diberikan arahan-arahan yang lebih operasional dan mudah dilaksanakan oleh guru dengan upaya lebih memberikan kemudahan belajar bagi para peserta didik.

            Tindakan supervisi inividual dilakukan, yang berdasarkan hasil pengamatan permasalahan yang dihadapi oleh setiap guru relatif sama, yaitu guru masih lemah untuk berinovasi dalam menyiapkan sumber dan media pembelajaran, umumnya guru terjebak pada rutinitas pembelajaran yang mereka lakukan. Selanjutnya setiap guru disarankan untuk meningkatkan inovasi dalam menggunakan media-media pembelajaran dan sumber-sumber belajar sehingga dalam menyampaikan materi pembelajarannya lebih mudah diterima dan disepar para peserta didik. Hasil tes Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran setelah dilakukan tindakan pada siklus II didapatkan seperti pada tabel 7.

Tabel 7. Persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru Kelas Tinggi hasil Tindakan Siklus II

 

Aspek Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru

Rerata Skor

Skor Ideal

% Rerata Skor

Komponen Rencana Pembelajaran

 

 

 

I

Perumusan tujuan pembelajaran

4,5

5

90,0%

II

Pemilihan dan pengorgani-sasian materi ajar

4,5

5

90,0%

III

Pemilihan sumber belajar/ media pembelajaran

4

5

80,0%

IV

Metode pembelajaran

4

5

80,0%

V

Penilaian hasil belajar

4

5

80,0%

 

Total

21

25

84,0%

Komponen Pelaksanaan Pembelajaran

 

 

 

I

Pra Pembelajaran

4

4

100,0%

II

Membuka Pembelajaran

4

4

100,0%

III

Kegiatan Inti Pembelajaran

 

 

 

 

a. Penguasaan Materi

3

4

75,0%

 

b. Pendekatan/Strategi

3

4

75,0%

 

c. Pemanfaatan Sumber Belajar

3

4

75,0%

 

d. Pengelolaan belajar peserta didik

3

4

75,0%

 

e. Penilaian proses dan hasil belajar

3

4

75,0%

 

f. Penggunaan bahasa

3

4

75,0%

IV

Penutup

4

4

100,0%

 

Total

30

36

83,3%

Keseluruhan

83,7%

 

            Dari tabel 7 terlihat bahwa Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru Kelas Tinggi setelah dilakukan supervisi individual didapatkan persentase skor skor Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran terjadi peningkatan dari 70,1% menjadi 83,7%. Kategori persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru tersebut termasuk pada kategori yang sangat tinggi, perhatikan gambar berikut.

Persentase semua aspek terjadi peningkatan yang dengan hasil persentasi sebagai berikut: komponen perencanaan pembelajaran sebesar 68,0% menjadi 84,0% dan komponen pelaksanaan pembelajaran dari 70,1 menjadi 83,3%. Nampak bahwa pada komponen perencanaan pembelajaran guru telah meningkat jauh lebih tinggi, yang berdampak pada pelaksanaannya lebih meningkat lagi. Persentasi Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dalam perencanaan pembelajaran relatif sama bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dalam pelaksanaanya

            Persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru pada setiap komponen perencanaan pembelajaran hasil siklus II adalah: (1) perumusan tujuan pembelajaran sebesar 90,0%, (2) pemilihan dan pengorganisasian materi ajar sebesar 90,0%, (3) pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sebesar 80,0%, (4) metode pembelajaran  sebesar 80,0%, dan (5) rencana penilaian hasil belajar sebesar 80,0%, dari data tersebut nampak bahwa guru telah dapat merencanakan pemilihan sumber belajar/media pembelajaran dengan persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran mencapai 80,0%.

            Pada komponen pelaksanaan pembelajaran didapatkan persentase rata-rata skor Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran hasil siklus I pada setiap aspek adalah: (1) Pra pembelajaran sebesar 100,0%, (2) membuka pelajaran sebesar 100,0%, (3) kegiatan inti pembelajaran yang meliputi: (a) penguasaan materi sebesar 75,0%, (b) pendekatan/strategi sebesar 75,0%, (c) pemanfaatan sumber belajar 75,0%, (d) pengelolaan belajar peserta didik 75,0%, (e) penilaian proses dan hasil belajar sebesar 75,0%,  (f) penggunaan bahasa sebesar 75,0%, dan (4) penutup sebesar 100,0%.

            Dari data tersebut yang paling rendah adalah Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dalam pemanfaatan sumber belajar telah terjadi peningkatan yang sangat baik mencapai 83,7%, hal ini menunjukkan bahwa guru telah dapat memanfaatkan sumber belajar sehingga peserta didik dapat lebih optimal dalam belajarnya.

            Peningkatan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru tersebut berdampak pula pada peningkatan hasil belajar peserta didik pada Mata Pelajaran Matematika, dengan nilai rata-rata yang diperoleh relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai sebelummnya yang dapat dilihat seperti pada tabel berikut.

 

 

Tabel 8.      Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Matematika Hasil Siklus II

 

No

Nama Guru

Kelas 

Mata Pelajaran

Rata-rata Nilai

1

Pakman L, S.Pd

VI

Matematika

64,35

2

Reffila, S.Pd

V

Matematika

63,15

3

Helyani, S.Pd.SD

IV

Matematika

62,45

 

            Dari tabel tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan rata-rata nilai Mata Pelajaran Matematika pada setiap sekolah setelah dilakukan supervisi individual terhadap guru pada siklus II. Hasil belajar juga meningkat yaitu Kelas VI sebesar 64,35, Kelas V sebesar 63,15 dan Kelas IV sebesar 62,45.

 

4.2 Pembahasan       

Selanjutnya hasil refleksi akhir dapat dilihat peningkatan yang lebih jelas Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dari mulai tes awal, siklus I, dan siklus II dapat digambarkan seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 9. Persentase Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru Kelas Tinggi dari keadaan Awal, Hasil Siklus I, dan Siklus II

 

 

Aspek Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran Guru

% Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran

Awal

Siklus I

Siklus II

Komponen Rencana Pembelajaran

 

 

 

I

Perumusan tujuan pembelajaran

60,0%

75,0%

90,0%

II

Pemilihan dan pengorgani-sasian materi ajar

60,0%

75,0%

90,0%

III

Pemilihan sumber belajar/ media pembelajaran

 

50,0%

 

60,0%

 

80,0%

IV

Metode pembelajaran

50,0%

75,0%

80,0%

V

Penilaian hasil belajar

50,0%

75,0%

80,0%

 

Total

58,0%

68,0%

84,0%

Komponen Pelaksanaan Pembelajaran

 

 

 

I

Pra Pembelajaran

50,0%

62,5%

100,0%

II

Membuka Pembelajaran

50,0%

62,5%

100,0%

III

Kegiatan Inti Pembelajaran

 

 

 

 

a. Penguasaan Materi

62,5%

75,0%

75,0%

 

b. Pendekatan/Strategi

62,5%

75,0%

75,0%

 

c. Pemanfaatan Sumber Belajar

50,0%

75,0%

75,0%

 

d. Pengelolaan belajar peserta didik

62,5%

75,0%

75,0%

 

e. Penilaian proses dan hasil belajar

50,0%

75,0%

75,0%

 

f. Penggunaan bahasa

75,0%

75,0%

75,0%

IV

Penutup

62,5%

75,0%

100,0%

 

Total

58,3%

72,2%

83,3%

Keseluruhan

58,2%

70,1%

83,7%

 

Dari tabel tersebut nampak bahwa terjadi peningkatan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru dari awal sebelum tindakan sebesar 58,2%, setelah tindakan siklus I menjadi 70,1%, dan setelah tindakan siklus II meningkat lagi menjadi 83,7%.

            Dari data tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan yang cukup tajam dari awal, setelah siklus I, sampai dengan setelah tindakan siklus II.

            Selanjutnya perkembangan rata-rata peningkatan nilai hasil belajar peserta didik dapat dilihat seperti pada tabel berikut:

Tabel 10. Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Matematika kondisi Awal, Hasil Siklus I, dan II

No

Nama Guru

 

Kelas

Rata-rata Nilai

Awal

Siklus I

Siklus II

1

Pakman L, S.Pd

VI

52,33

54,35

64,35

2

Reffila, S.Pd

V

49,85

53,15

63,15

3

Helyani, S.Pd.SD

IV

45,44

49,85

62,45

 

            Selanjutnya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas peningkatan nilai hasil belajar Matematika adalah seperti pada gambar berikut.

Dari gambar tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan yang tajam dari kondisi awal sampai hasil belajar setelah tindakan pada siklus I, dan terjadi peningkatan pula setelah tindakan siklus II, meskipun peningkatannya tidakterlalu tajam.

            Hasil penelitian tindakan supervisi inidivual terhadap guru Kelas Tinggi terbukti memberikan peningkatan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru yang selanjutnya berdampak pada peningkatan hasil belajar peserta didik. Hal ini dapat dMatematikahami karena jika guru meningkat Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajarannya maka jelas akan terjadi pembelajaran yang efektif dengan kualitas belajar yang optimal, sehingga peserta didik memiliki daya serap terhadap leajarannya yang tinggi pula dan pada akhirnya hasil belajar Mata Pelajaran Matematika peserta didik menjadi lebih optimal.

            Perencanaan guru yang matang dalam mempersiapkan proses belajar mengajar merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kualitas pembelajaran.

BAB V PENUTUP

  1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

  1. Supervisi individual dapat meningkatkan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru SDN Lampeong.
  2. Peningkatan Kemampuan dalam Melaksanakan Pembelajaran guru tersebut berdampak pada peningkatan hasil belajar Mata Pelajaran Matematika peserta didik SDN Lampeong.

 

  1. Saran

Selanjutnya peneliti merekomendasikan hal-hal sebagai berikut.

  1. Bagi Kepala Sekolah yang menemui kesulitan yang sama dapat menerapkan supervisi individual sebagai solusinya.
  2. Agar pelaksanaan supervisi individual lebih efektif guru perlu diarahkan untuk mempersiapkan media dan sumber belajar dengan baik, sehingga mudah untuk melaksanakan proses pembelajaran dan daya serap siswa menjadi lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, H.F. & Frank. G. 1959. Basic Principles Supervision. New York: American Book Company.

Agung, I. G. N. 1992, Metode Penelitian Sosial: Pengertian dan Pemakaian Praktis. Jakarta  PT. Gramedia Pustaka Utama.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian: Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Bafadal, Ibrahim. 1992. Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru. Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Dirjen Pendidikan dasar dan Menengah.

Fatah, N. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hadikusumo, dkk. 1995. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press

Hamalik, Oemar. 1992. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV. Mandar Maju.

Imron Ali. 1995. Pembinaan Guru Di Indonesia. Malang: Pustaka Jaya.

Nurtain. 1989. Supervisi Pengajaran (Teori dan Prektek). Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti –P2LPTK.

Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Purwanto, Ngalim. 2012. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rodakarya.

Sahertian, Piet. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset.

Sahertian, Piet. 2012. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam rangka Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Samana A. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.

Undang-Undang RI Nomor 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

 

 

 

 




Write a Facebook Comment

Komentar dari Facebook

View all comments

Write a comment