Kejadian Wukuf di Arafah Tahun 2018, memori tak terlupakan
MARI MENUNTUT ILMU AGAMA

By JUMAKIR, S Pd., MM 31 Mei 2021, 21:39:20 WIB Haji dan Umroh
Kejadian Wukuf di Arafah Tahun 2018, memori tak terlupakan

Gambar : arofah


KANGJO.NET, Makkah. Wukuf di Arafah adalah inti ibadah haji. Berhaji tanpa wukuf di Arafah maka hajinya tidak sah. Haji adalah wukuf di Arafah, demikian sabda Rasulullah. Apapun kondisinya, baiks ehat atau sakit, jamaah haji harus hadir di Arafah. Oleh karena itu, menjaga kesehatan selama masa penantian wukuf adalah hal yang mutlak. Sakit saat wukuf jelas merepotkan. Mungkin karena sakit yang cukup berat maka anda harus diangkut oleh ambulans ke Arafah, terpaksalah wukuf di dalam mobil ambulans. Atau, kalau pun tidak dibawa oleh mobil ambulans, mungkin anda di dalam tenda merasa sangat tidak nyaman karena badan sedang tidak fit.

Selama masa penantian di Mekkah, jamaah haji dihimbau oleh dr. H. Mas’ud, dinda HM Rahmadiansyah dan tante Hj. Nelly (ketiganya merupakan Tim Medis Kloter BDJ 08) untuk  tidak memforsir tenaga untuk beribadah ke Harom serta kegiatan-kegiatan yang menguras tenaga. Satu tips kesehatan yang rutin bisa lakukan adalah minum air putih sebanyak-banyaknya setiap hari. Terapi minum air putih terbukti mampu membuat badan tetap fit selama di Tanah Suci. Selain itu, untuk menjaga daya tahan tubuh, saya rajin makan buah-buahan yang banyak mengandung air. Buah-buahan di Saudi tidak terlalu mahal harganya. Buah favorit yang rutin saya beli di Mekkah adalah buah plum. Buah ini berwarna merah kehitaman, sekilo harganya 12 riyal. Kandungan vitamin C di dalam buah plum sangat tinggi, jadi ia merupakan antioksidan yang bagus. Pak Ustad menyarankan untuk tidak mengkonsumsi buah anggur, karena dapat menyebabkan batuk. Kalau sudah batuk di Tanah Suci, lama sembuhnya.

Tahun 2018, Pemerintah Saudi menetapkan waktu wukuf di Arafah jatuh pada hari Senin tanggal 20 Agustus (9 Zulhijjah) dan Hari Raya Idul Adha hari Selasa tanggal 21 Agustus 2018 (10 Zulhijjah). Ini berarti sehari lebih cepat daripada tanggal Idul Adha yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia hari Rabu tanggal 22 Agustus 2018. Perbedaan ini tidak perlu dipermasalahkan, karena bumi ini tidaklah datar, jadi lumrah saja terjadi perbedaan penetapan awal bulan Zulhijjah antara Saudi dan Indonesia. Tetapi, ada juga sebagian orang Indonesia yang menjadikan Saudi sebagai rujukan sehingga mereka melaksanakan puasa Arafah sama dengan waktu wukuf di Saudi.

Berangkat ke Padang Arafah

Berangkatlah kami naik bus-bus yang sudah menunggu di depan hotel. Selama dalam perjalanan ke Arafah, kami tak putus-putusnya mengucapkan talbiyah. Labbaikallahumma labbaik, labbaikala syarika laka labbaik. Saya duduk sendiri pada kursi paling belakang. Selama di dalam bus terbayang wajah anak dan istri di rumah. Bulir-bulir air mata menetes dari pelupuk. Pada hari wukuf besok adalah waktu yang paling mustajab untuk berdoa kepada Allah.

Setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang 45 menit, sampailah rombongan bus kami di tenda yang akan menjadi penginapan kami satu hari satu malam di Arafah. Jamaah haji Indonesia di Arafah ditempatkan di sektor South East Asian Pilgrims. Cuaca di Arafah sangatlah panasnya. Padang Arafah yang dulu gersang sekarang sudah mulai menghijau, banyak tumbuhan yang telah ditanam bertahun-tahun dan sudah meninggi. Lumayanlah untuk mengurangi kegerahan.

Satu kloter menempati 2 buah tenda. Ketua Kloter H. Arbaja mengumumkan bahwa “karena Kloter BDJ 08 mendapat jatah 2 tenda, maka satu tenda khusus perempuan dan Satu tenda lagi khusus laki-laki”.

Badai Pasir yang Dahsyat

Sore hari ketika saya akan berwudhu untuk sholat Maghrib langit di atas sana terlihat mendung. Mungkin akan hujan, pikir ucap salah satu jamaah. Saat sholat Maghrib berjamaah berlangsung di dalam tenda (jam 18.30), di luar sana terdengar suara gemuruh. Angin bertiup menderu-deru seperti tornado. Listrik padam. Sholat pun menjadi tidak konsen lagi. Lama-lama kok makin keras dan mulai menggoyang-goyang tenda dan menarik-nariknya ke atas. Tenda seperti mau copot. Sangat menakutkan. Debu dan pasir berterbangan masuk ke dalam tenda. Badai pasir ini kira2 berlangsung selama 20 menit lalu berhenti.

Pukul 19.30 badai pasir datang lagi. Kali ini lebih keras dan lebih heboh lagi, lebih menakutkan daripada yang pertama. Jamaah mulai melantunkan talbiyah. Di tenda sebelah yang posisinya lebih tinggi terdengar banyak jamaah yang menangis dan ketakutan. Listrik pun padam. Kedaaan gelap gulita dan sehingga tambah mencekam.

Setelah badai berlalu, ketua Kloter H. Arbaja menyampaikan sambutannya yang sampai saat ini masih terngiang ditelinga salah satu jamaah asal Kabupaten Barito Timur yang tidak bersedia disebut Namanya, beliau menirukan ucapan ketua Kloter “Baru saja Alloh SWT, telah menunjukan kepada kita, betapa Hebat dan Dahsyat kekuatan-Nya, yaitu dengan mengirimkan angin dan debu saja, kita sebagai manusia tidak ada apa-apanya disbanding dengan kekuatan angin itu. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita mohon ampun akan dos akita dan ucap syukur karena kita selamat dari badai itu”.

Demikian tulisan ini untuk mengenang Kembali kejadian musim haji tahun 2018, semoga bermanfaat. (kangjo.net)

 

SUMBER : https://rinaldimunir.wordpress.com/2018/12/06/catatan-perjalanan-haji-2018-bagian-9-puncak-ibadah-haji-wukuf-di-arafah/




Write a Facebook Comment

Komentar dari Facebook

View all comments

Write a comment